(Cerita) Serotonin
Arin berangkat sekolah dengan penuh rasa optimis. Duduk di
kursi belakang sambil disupiri oleh sang ibu, Arin kembali me-review tugas
yang semalam ia kerjakan. Ibunya yang melihat aktivitas anaknya itu melalui kaca spion depan, seketika tersenyum, kemudian ia berkata: “Rajin banget anak ibu.” Arin
menolehkan pandangannya menuju kaca spion itu, “Iyah, hari ini Arin ada ujian.”
“Bagus. Belajar yang pinter ya, nak.” Arin mengangguk, “Kalau nilai
semester kamu kali ini bagus, nanti mamah beliin apa yang Arin mau.” Arin
mengiyakan, mempererat genggamannya pada buku yang ia pegang. Menandakan tekad
yang kuat untuk memberikan yang terbaik.
Sesampainya ia di sekolah, Arin bertemu dengan sahabat dekatnya, namanya Lina.
Arin dapat menyadari kehadiran sahabatnya itu ketika mencium aroma parfum yang
sudah sering Lina gunakan, aroma Pink Peach. Rambut ikat panjang ponytail
Lina pun juga terlihat begitu jelas dalam pandangan, “Sudah pasti itu
Lina,” gumamnya, sambil sedikit berlari menuju sahabatnya itu yang berjarak
kurang dari lima meter.
“Dor!” Arin mengejutkan Lina diikuti tepukan di pundak. Lina yang terkejut
spontan berteriak dan segera menoleh ke belakang, melihat Arin sudah berdiri
tegak di hadapannya, “Arinnn..!” ucapnya, geram.
Arin tertawa melihat ekspresi temannya itu. Sambil menggandeng tangan
layaknya seorang kakak-adik, Arin bertanya kepada Lina bagaimana kabarnya hari
ini.
“Baik,” jawabnya sedikit ketus. Arin yang melihat itu sontak bertanya,
“Kamu kenapa?” Lina menggeleng-gelengkan kepalanya, berkata kepada Arin kalau
hal tersebut bukanlah hal yang penting.
Seperkian detik Arin mengubah bentuk wajahnya, wajah seperti anak kecil
yang penuh akan pengharapan agar diberikan sebuah mainan. Menggunakan nada
rayuan, Arin berkata: “Lina kok begitu sama Alin..” Mendengar temannya
berkata dengan nada seperti itu, membuat ekspresi gadis berusia 18 tahun ini seketika
memelas tak tega.
Dengan satu tarikan nafas, Lina berkata: “Aku hari ini kesal, ngeliat ayah
dan ibuku berantem lagi.” Arin tertawa kecil, “Haha, nggak
selesai-selesai perseteruan ayah sama ibu kamu ya!” Lina mengangguk setuju,
“Gara-gara itu, mood aku langsung jelek, nih. Bisa-bisa berdampak ke
nilai ujian aku nanti.”
Simpati kepada sahabatnya itu, dengan segera Arin menepuk pundak Lina
sambil memberikan kata-kata manis nan meyakinkan, “Nggak apa-apa, Lina.
Nggak usah dipikirin. Fokus aja sama ujian kamu hari ini.” Bosan mendengar
ucapan itu, Lina hanya mengulang kalimat yang Arin ucapkan, “Aku udah kesal tau!”
Perbincangan tersebut pun berhenti tatkala bel sekolah mulai berbunyi.
Membuat aktivitas yang ada di luar kelas seketika sepi. Dalam sepersekian
detik, guru mata pelajaran Fisika yang saat ini akan melaksanakan ujian sudah ada
di depan kelas. Ia tak sendiri, ia membawa serta asisten pribadinya yang memiliki wajah tampan.
Kelas yang awalnya berisik seketika hening, Pak Hengky memulai perbincangan
dengan ucapan selamat pagi diikuti balasan seisi kelas. Kemudian, tangannya terangkat
menunjuk asisten yang dari awal masuk kelas tadi mengikutinya, “Perkenalkan, murid baru kelas
ini,” ucapnya.
Kelas yang sebelumnya hening
seketika riuh. Banyak siswa yang bertanya-tanya, khususnya para kaum hawa yang
terlihat antusias seperti melihat buah khuldi. Laki-laki yang baru saja masuk
ke dalam kelas itu memiliki postur tubuh tinggi nan tegak, berparas tampan, rambut
yang bergelombang sampai alis, badan putih bersih, serta memiliki tanda tahi lalat
di leher. Sosok itu berhasil menarik perhatian semua orang, tidak
terkecuali Arin.
Lina yang terlihat lebih antusias
seketika mengalihkan pandangannya ke arah Arin, “Cakep banget dia, rin!” Arin
mengangguk setuju. “Kayak artis, ya!”
“Perkenalkan, namaku Reno. Reno Laksana Putra,” ucapnya
sedikit gugup. Tingkah kikuk siswa baru tersebut seketika membuat para siswi yang ada di dalam kelas berteriak gemas.
“Aku siswa baru di SMA Arunika II ini, aku
siswa pindahan dari Jakarta. Salam kenal teman-teman.”
Dengan kompak seisi kelas membalas salam dari
Reno, “Salam kenal juga, Reno!”
Pak Hengky mempersilahkan Reno untuk duduk di kursi depan baris paling kanan.
Tepat di depan Arin dan Lina yang berada di kursi kedua.
Karena Reno yang baru masuk, Pak Hengky memutuskan untuk menunda ujian. Justru mengalihkan kegiatan ujian itu dengan mengkoreksi tugas minggu lalu. Para siswa yang mendengar itu sontak terkejut, terutama para siswa laki-laki yang panik dibuatnya, "Bangsaaaattt.."
Setelah mata pelajaran yang menyiksa para kaum adam itu selesai. Singkat cerita, bel istirahat pun berbunyi. Saat berjalan ke kantin, Arin melihat dari kejauhan Reno yang pagi tadi berhasil menarik perhatian kelas X. A (baca: 10 A) sekarang sudah berhasil menarik perhatian satu sekolah. Arin yang melihat itu berhenti sejenak, memikirkan di mana ia hari ini akan makan.
"Aku makan di kelas aja, deh," gumamnya dalam hati.
Ia berhenti di depan warung Bu Lia, warung milik seorang ibu-ibu yang menurut penuturannya masih jauh dari penuaan, menjual makanan siap saji paling murah seantero sekolah. Arin menyamakan warung milik Bu Lia sama seperti artis yang sedang naik daun- Tidak, mungkin untuk sekarang, Arin akan membandingkannya sama seperti Reno. Ya, digemari semua orang.
Memesan menu favoritnya, ayam pedas manis dengan kuah bayam. Arin beranjak pergi dari kantin.
Masuk ke dalam kelas tidak ada yang ia temukan selain kesunyian, "Tempat favoritku!" soraknya dalam hati. Menarik earphone dari dalam tas, ia mendengarkan lagu Radio Ga Ga dari band favoritnya, Queen, dan kemudian menyantap ayam pedas manis yang baru saja ia beli.
Bersenandung kecil, menikmati lagu dan ayam bagian paha merupakan pengalaman terindah yang sedang dirasakan Arin saat ini. Tak sadar, seseorang dengan postur tubuh yang menjulang tinggi sudah ada di sampingnya. Merasa tak asing, ia melihat ke sosok tersebut, itu adalah Calvin.
Calvin tertawa melihat tingkah Arin saat itu, "Kamu lagi ngapain, Rin?" tanya Calvin, terkekeh. Arin yang melihat Calvin sudah berdiri di hadapannya tidak dapat melakukan hal lain selain salah tingkah. "Nggak apa-apa, kok. Lagi makan aja, sambil denger lagu."
Calvin tersenyum, "Kamu nggak makan di kantin?"
Arin menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kantin lagi rame hari ini, aku males."
"Karena lagi ada murid baru yang narik perhatian semua orang ya? Makanya kantin rame." Arin mengangguk setuju, sambil fokus mencari lagu selanjutnya yang akan ia dengar. Calvin yang melihat ada lagu kesukaannya di list lagu milik Arin dengan antusias segera menunjuk, "Aku suka lagu ini!"
Hanabi, Mr. Children.
Arin yang mendengarnya tersenyum, "Aku juga suka!"
"Calvin mau ngedenger lagunya?" Tanpa ragu ia menyetujui ajakan Arin. Melihat teman sekelasnya yang antusias itu, Arin mencabut earphone yang sedang ia pakai, lalu memutar lagu itu dengan volume yang agak kencing agar Calvin bisa ikut mendengarnya, "Aku sambil makan ya, Calv." Calvin mengiyakan.
Setelah lagu selesai diputar, Calvin menceritakan kesukaannya yang mendalam dengan lagu-lagu Jepang. Tanpa bereaksi banyak, Arin hanya bisa tersenyum mendengarnya. Sejurus dengan beragam penjelasan yang dilontarkan, Calvin menutup penjelasannya itu dengan sebuah pertanyaan, "Arin suka baca novel?"
Arin tersenyum, kemudian mengangguk.
"Oh ya, novel kesukaan Arin apa?" tanya Calvin, antusias.
"Navillera," balasnya.
"Oh ya? aku nggak pernah denger, sih. Emang itu novel karya siapa?"
"Iya, soalnya novel itu cuma ada satu. Buatan Arda Soesanto. Mendiang kakak aku."
Calvin mendengar penjelasan itu dengan mata berbinar, "Kakak kamu suka nulis?" Arin mengangguk. "Iya, Kak Arda suka nulis."
"Emang novel itu tentang apa, Rin?" Arin terdiam sejenak, lalu menjawab: "Tentang.. seorang tentara laki-laki, yang hidup di tahun 40-an, ikut bergerilya melawan penjajah di sebuah hutan. Tak lama bergerilya, tentara laki-laki itu kemudian tewas terbunuh setelah dikepung oleh musuh, namun sebelum benar-benar pergi dari dunia.. dia tiba-tiba diberi kesempatan bereinkarnasi menjadi kupu-kupu selama 10 menit," jelasnya.
"Waktu 10 menit tersebut, tentara itu gunakan untuk mendatangi orang-orang yang dia sayang. Ayah, ibu, adik, serta pasangannya. Sebelum ia benar-benar pergi. Begitu, Calv."
Calvin bertepuk tangan mendengarkan penjelasan dari Arin, "Kakak kamu keren!" Arin tersenyum senang mendengar pujian itu.
"Iya, dia emang keren. Tapi sayangnya dia udah nggak ada, aku kadang mikir.."
"Mikir apa, Rin?"
"Kakak aku bisa bereinkarnasi juga gak ya kayak cerita yang dia buat? Soalnya dia ngeselin nggak pamitan sama aku."
-
Komentar
Posting Komentar